Category Archives: dari hati ke hati

Sebuah Cerita di 2018

Tahun 2018,

Diawali dengan ganti laptop, dimana saya berencana akan membuat review, tapi sampai sekarang masih sebatas wacana. 😀

Beberapa impian dan target sudah tercapai di tahun 2018 ini, sebagian masih dalam proses, dan sebagian lain masih belum dimulai. Ada cicilan yang sudah lunas, beberapa cicilan lain yang masih berjalan. 😀

Sebenarnya ada banyak cerita, tapi kok malas bingung bagaimana menceritakannya.

Ya sudah, begitu saja. Semoga tahun depan menjadi tahun yang lebih baik. Amin.

2017 (2)

Tahun 2017, sebentar lagi akan berakhir. Dan di tahun ini pula, blog ini semakin sedikit post-nya. 😀

Ada banyak cerita yang sudah terjadi di tahun ini. Banyak suka dan duka. Banyak pelajaran baru. Banyak ilmu dan pengalaman baru. Banyak teman baru. Ada tambahan lingkungan baru.

Di tahun 2017 ini, beberapa impian saya yang pada awalnya tidak terbayang bisa terwujud, akhirnya bisa tercapai. Alhamdulillah, sungguh tidak disangka-sangka.

Semoga di tahun 2018 yang akan datang, kembali bisa menggapai impian-impian dan cita-cita lainnya.

Amin.

Rindu Social Media yang Dulu

Gegap gempita berita politik dan juga hal-hal terkait agama, menjadi posting mayoritas di berbagai social media beberapa tahun terakhir ini. Tak ketinggalan berita-berita hoax yang terkait dengan kedual hal tersebut pun menjamur dan tidak terbendung. Begitu reaktif para netizen mengomentari maupun sharing berita maupun tulisan yang terkait dengan politik dan agama.

Tanpa disadari pun, kedua hal tersebut pula yang menjadi pemicu perdebatan tak berujung. Dan menjadi lahan bisnis kebencian. Akhirnya, menurut saya, membuat ‘suasana’ social media menjadi tidak nyaman lagi. Sudah banyak teman yang saya hide atau mute, karena postingan-postingan mereka menurut saya terlalu provokatif, dan membuat perasaan saya yang membacanya menjadi tidak nyaman.

Memang setiap postingan menjadi tanggung jawab masing-masing dan merupakan hak kebebasan berpendapat. Tapi kok menurut saya sekarang sudah kebablasan.

Saya sampai saat ini masih berpendapat, agama dan politik adalah hal yang pribadi, dan sebaiknya didiskusikan di group-group terbatas dimana memang anggota-anggota group tersebut sudah siap berdiskusi, dan bukan di wilayah umum, seperti status, tweet, dan lain sebagainya.

Saya merindukan social media yang dulu, ketika postingan terbanyak adalah pamer foto-foto liburan, pernikahan, maupun kelahiran bayi, bahkan jualan barang-barang. Atau saat dimana postingan lebih banyak mengenai kegalauan. Memang saat ini masih ada juga yang posting mengenai hal tersebut, namun sepertinya kalah pamor dengan yang posting politik dan agama.

Sepertinya saya harus memperpanjang puasa social media dan masih harus menahan kerinduan tentang kenyamanan social media yang dulu pernah ada.

Bisnis Kebencian

Seiring dengan populernya berbagai macam kanal social media, semakin mudah juga untuk seseorang mempostingkan sesuatu. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut lantas membuat segelintir orang memanfaatkannya menjadi sebuah bisnis. Yaitu bisnis kebencian.

Bisnis ini memanfaatkan media seperti facebook fans page, website, twitter, dan berbagai macam media lain dengan cara membuat potensi konflik atau perbedaan pendapat yang akan selalu dijaga agar terus menerus tidak bisa akur.

Bisnis ini selalu menggunakan bahasa yang provokatif, mencari-cari kesalahan, memutar-balikkan fakta, menyebarkan hoax, dan (sering kali) membawa-bawa dalil agama. Dan kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar begitu reaktif akhirnya bisa membuat posting tersebut menjadi viral. Menyebar tanpa bisa dibendung. Menghasilkan trafik ribuan, klik ribuan, di-share ribuan, dan menghasilkan ribuan komentar pula, baik yang pro maupun kontra. Dan berakhir dengan bertambahnya pundi-pundi kekayaan para pelaku bisnis ini.

Cara-cara tersebut selalu diulang, dan bisa dikatakan selalu berhasil. Kalau diprotes, akhirnya menyebarkan klarifikasi. Tetapi klarifikasi atas sebuah posting kebencian tidak akan pernah seviral posting kebencian itu sendiri. Dan besok-besok akan diulang kembali.

Sampai kapan hal ini akan terus terjadi? Sampai kapan bisnis kebencian ini akan tetap laku?

Selamat Idul Fitri 1436 H

Jalanan di kota Yogyakarta sudah mulai ramai oleh pemudik. Antrian kendaraan yang biasanya hanya terjadi saat malam minggu, kini terjadi beberapa hari terakhir ini walaupun bukan weekend. Ya, karena memang lebaran, idul fitri 1436 H, sudah menjelang.

Arti lebaran bagi sebagian orang mungkin saja juga berarti pulang. Pulang menuju kampung halaman. Bagi saya yang memang asli Srandakan, Bantul, Yogyakarta, mudiknya pun hanya ke Srandakan dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dari kota Yogyakarta.

Di sisi lain, lebaran juga bisa berarti pertemuan. Bertemu dengan keluarga, yang mungkin memang hanya setahun sekali itu bertemu. Walaupun saat ini begitu populer social media, video call, dan lain sebagainya, tetapi teknologi sampai saat ini belum mampu untuk menggantikan rasanya bersalaman, berpelukan, dan belum dapat menggantikan getaran rasa haru saat meminta maaf dan restu.

Dan melalui posting ini saya mengucapkan Selamat Idul Fitri 1436 H, Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Alloh SWT menerima ibadah kita, dan mengampuni dosa-dosa kita. Dan semoga kita masih dipertemukan dengan ramadan dan lebaran di tahun depan. Amiin.

Berpuasa Social Media

Saya sedang mencoba untuk mengurangi interaksi dalam social media. Dari sekitar akhir tahun lalu, saya hanya mempunyai dua account social media, yaitu facebook dan twitter. Dan saya mencoba untuk membatasi aktivitas di dalam kedua social media tersebut.

Account-account saya yang lain sudah saya non aktifkan bahkan saya hapus. Termasuk instagram, linked in, dan path.

Untuk Facebook, saya tidak begitu kesulitan untuk mengurangi aktivitas di dalamnya. Saya sangat jarang membuka facebook. Mungkin dalam seminggu hanya sekali. Itu pun hanya cek notifikasi saja. Facebook mulai terasa membosankan dengan banyaknya posting-posting yang menurut saya tidak pantas disharing. Seperti informasi hoax, sampai pesan kebencian terhadap suatu hal.

Sedangkan untuk twitter, saya agak kesulitan untuk mengurangi aktitivas di dalamnya. Twitter menjadi sumber utama saya dalam mendapatkan informasi. Bahkan di dalam Twitter saya juga membuat berbagai macam list untuk mengkategorisasikan informasi-informasi tersebut. Sehingga saya agak kesulitan dalam mengurangi ‘kecanduan twitter’. Akhirnya aplikasi twitter client saya uninstall baik di laptop maupun handphone. Setidaknya dengan menghapus aplikasi twitter client tersebut mempersulit saya membuka twitter.

Mengurangi aktivitas di social media saya pilih karena saya merasa ketergantungan. Seakan-akan ada yang kurang kalau tidak berinteraksi di dalamnya. Sehingga dengan usaha saya berpuasa social media semoga saja bisa mengurangi ketergantungan tersebut.

Tetapi saya tidak sepenuhnya menghindari social media. Hanya saja tidak serutin dulu. Jadi kalau mau follow maupun mention twitter juga boleh. Atau bisa juga posting di wall facebook saya. Tetapi mohon maaf kalau responsenya lebih lama. 🙂

Pengalaman Terbang dengan Batik Air

Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan tugas ke Jakarta untuk bertemu, bahasa kerennya meeting :D, dengan calon vendor untuk sebuah project. Saya pergi ke Jakarta menggunakan moda transportasi udara. Dan ternyata saya dibelikan tiket PP kelas ekonomi maskapai Batik Air.

Batik Air

Batik Air

Ini adalah kali pertama saya terbang dengan Batik Air. Dari informasi yang selama ini saya ketahui, Batik Air adalah layanan full service dari Lion Air Group. Jadi pada awalnya saya berpikir maskapai ini layanannya seperti Garuda Indonesia. Dan berikut pengalaman saya.

Kekurangan

  1. Tidak bisa web checkin. Link web checkin di website Batik Air tidak bisa diklik.
  2. Counter checkin di bandara kurang ‘terlihat’. Baik waktu di Adisucipto (Jogja) maupun Cengkareng (Jakarta), saya sempat salah antrian karena petunjuk yang tidak jelas.
  3. Tidak ada pilihan lain surat kabar untuk dibaca di pesawat selain surat kabar terbitan Lion Group, saya lupa namanya :))
  4. Tidak disediakan headset untuk mendengarkan media dari In-flight Entertainment. Penumpang harus menggunakan headset/earphone milik sendiri atau membeli seharga Rp. 25.000

Kelebihan

  1. Tempat duduk yang relatif nyaman dan lega.
  2. Pelayanan dari pramugari yang relatif ramah.
  3. Pilihan musik maupun film di dalam In-flight Entertainment lebih beragam dibandingkan milik Garuda Indonesia

Itulah pengalaman saya terbang menggunakan Batik Air. Sudah pernahkah terbang menggunakan Batik Air? Gimana cerita pengalamannya?